TELADAN DALAM SENYAP (Belajar dari Kulonprogo)
Posted by: adi Posted date: 20.30 / comment : 0
Kulonprogo bukanlah daerah yang jadi sorotan media, seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung. Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, pun tidak sepopuler Ahok, Risma, atau Kang Emil.
Walau tanpa sorot media,
Hasto Wardoyo, telah meletakkan spirit kemandirian sebuah bangsa. Ia
mengajak warganya keluar dari kemiskinan, dengan kekuatan sendiri. Hasto
memberi teladan dalam senyapnya publikasi.
Ia memulai dengan
gerakan "Bela dan Beli Kulonprogo". Antara lain, dengan mengeluarkan
kebijakan yang mewajibkan pelajar dan PNS di sana mengenakan seragam
batik geblek renteng, batik khas Kulonprogo, pada hari tertentu.
Ternyata, dengan jumlah 80.000 pelajar dan 8.000 PNS, kebijakan ini
mampu mendongkrak industri batik lokal. Sentra kerajinan batik tumbuh
pesat, dari cuma dua menjadi 50-an. Seribuan perajin batik Kulonprogo
yang biasanya bekerja di Yogyakarta, kini bisa bekerja di Kulonprogo.
Uang ratusan miliar rupiah dari usaha kecil ini berputar di Kulonprogo.
Puryanto, seorang pengusaha batik di desa Ngentarejo, mengaku omzetnya
meningkat. Bahkan pernah hingga mencapai 500 persen.
Hasto, yang
menjabat Bupati sejak 2011, juga berusaha menjamin pendapatan petani
lokal, dengan mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani
Kulonprogo, 10 kilogram per bulan. Bahkan beras raskin yang dikelola
Bulog setempat, kini menggunakan beras produksi petani Kulonprogo.
Sang Bupati yang juga dokter spesialis kandungan ini juga membuat PDAM
mengembangkan usaha, dengan memprodusi air kemasan merk AirKu (Air
Kulonprogo). Selain menyumbangkan PAD, keberadaan air kemasan ini
membangkitkan kebanggan warga setempat dengan mengkonsumsi air produk
sendiri. AirKu kini menguasai seperempat ceruk pasar air kemasan di
Kulonprogo. Anto, staf PDAM setempat, menuturkan, kini jumlah permintaan
lebih besar dari produksi. Karena itu, volume produksi AirKu akan
segera ditingkatkan.
Berbagai kebijakan lewat program Bela dan
Beli, ternyata mampu menurunkan angka kemisikinan di Kulonptogo, dari
22,54 persen pada 2013 menjadi 16,74 persen pada 2014 (data Bappeda).
Oh ya, jika Anda ke Kulonprogo, Anda tidak akan menemukan papan iklan
rokok. Pemerintah Kulonprogo juga menolak sponsor dari perusahaan rokok.
Kebijakan ini memang mengurangi pendapatan daerah. Namum, memimpin
daerah bukan cuma soal menggenjot pendapatan, tapi menempatkan posisi
moral yang memihak rakyat. Dalam hal ini, membela hak kesehatan rakyat.
Bupati yang lulusan UGM ini juga memberlakukan Universal Coverage dalam
pelayanan kesehatan, di mana Pemkab Kulonprogo menanggung biaya
kesehatan warganya Rp 5 juta per orang.
Untuk mengimbangi program
Universal Coverage, RSUD Wates Kulonprogo memberlakukan layanan tanpa
kelas. Artinya, ketika kelas 3 penuh, pasien miskin bisa dirawat di
kelas 2, kelas 1, bahkan VIP.
Sekali lagi, berbagai kebijakan populis ini dijalankan tanpa banyak sorot media.
by :Anton Bahtiar Rifa'i
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10153787242543094&set=pcb.10153787242818094&type=3
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10153787242543094&set=pcb.10153787242818094&type=3
Catatan adi
Berbagi artikel, semoga bermanfaat bagi pembaca. Seluruh artikel sudah mencantumkan sumbernya "Yuk Dakwah Islam".
Terbaru
Populer
-
Membawa benda seperti quadcopter biasanya mungkin cukup repot karena harus dimasukkan dalam box. Namun lain halnya dengan sebuah quadcopt...
-
SUASANA pasar siang yang gersang. Bising kendaraan bermotor lalu lalang.Wajah-wajah terlihat muram ditodong terik matahari. Tak terkecual...
Tidak ada komentar: